Terseleksi L’Atelier, Dosen Film UMN Bawa Proyek Film Terbarunya ke Festival Film Cannes 2021



TANGERANG – Sutradara sekaligus dosen Prodi Film UMN, Yosep Anggi Noen diundang ke Festival Film Cannes 2021 untuk mempresentasikan proyek film terbarunya, “Jilah and the Man with Two Names” pada 10-13 Juli 2021. Proyek film garapannya ini merupakan salah satu dari 15 proyek film panjang dari berbagai negara yang lolos seleksi L’Atelier de la Cinéfondation Festival de Cannes 2021.

Dilansir dari siaran langsung di Instagram @ifi_indonesia, Yulia Evina Bhara selaku produser proyek film tersebut mengungkapkan perjalanan “Jilah and the Man with Two Names” ke Cannes. Bermula dari tahapan tinjauan dan undangan untuk pengumpulan proposal film, akhirnya “Jilah and the Man with Two Names” dinyatakan lolos seleksi pada Desember 2020.

Setelah itu, proyek film ini pun berkesempatan dipresentasikan di Cannes pada Juli lalu untuk mencari partner ko-produksi internasional. Hal ini dilakukan supaya dapat mengakses dana publik dari negara-negara yang bersangkutan untuk menunjang penyelesaian filmnya. Anggi mengatakan proses pencarian ko-produksi yang potensial ini masih berlangsung saat ini. Karena itu, pengerjaan proyek filmnya juga masih dalam proses.

“Tahap kreatifnya, saya sudah menulis naskah. Sudah draft keempat. Tapi, kemudian tahap produksinya itu dalam tahap financing. Artinya, kita mencari uang untuk produksi,” ujar Anggi, juga dikenal sebagai pengajar dokumenter di Prodi Film UMN selama 9 tahun.

Menurut Anggi, proyek film “Jilah and the Man with Two Names” ini memiliki potensi pasar yang bersifat global. Adapun tema ceritanya mengenai permasalahan hubungan antarmanusia, khususnya di era digitalisasi ini. Melalui tema itu, ia ingin menonjolkan fenomena penggunaan aplikasi kencan digital untuk cerita di proyek film ini.

“Kedekatan virtual gitu kira-kira. Ceritanya tentang itu aja gitu, tapi itu kan cerita universal. Di seluruh dunia itu sekarang lagi tren untuk kemudian bisa memanfaatkan aplikasi-aplikasi pertemuan seperti itu,” papar Anggi.

Anggi mengungkapkan dirinya memang tertarik mengangkat peristiwa yang relevan di masyarakat sebagai salah satu ide filmnya. Hingga kini, terdapat total belasan film pendek dan film panjang yang sudah digarapnya. Beberapa film buatannya juga kerap tembus ke berbagai festival film, baik di skala nasional maupun internasional.

Misalnya, film pendeknya pada 2013, “Nona Kedi yang Tak Pernah Melihat Keajaiban”, memenangkan “Sonje Award” di Busan International Film Festival 2013 dan “Grand Prix” di Short Shorts Film Festival and Asia 2014. Adapun debut film panjangnya pada 2012, “Vakansi yang Janggal dan Penyakit Lainnya”, turut ditayangkan di Festival Film Internasional Rotterdam 2012 dan masuk nominasi “Golden Leopard” di Festival Film Internasional Locarno 2012. Selain itu, film panjang keduanya pada 2016, “Istirahatlah Kata-Kata”, juga mendapat nominasi “Golden Leopard” di Festival Film Internasional Locarno 2016. Kemudian, film panjang ketiganya pada 2019, “Hiruk-Pikuk Si Al-Kisah”, menerima “Special Mention” di Festival Film Internasional Locarno 2019.

Melalui film “Hiruk-Pikuk Si Al-Kisah” atau “The Science of Fiction”, Anggi juga menerima 10 nominasi di Festival Film Indonesia 2020. Sepuluh nominasi itu, antara lain “Film Cerita Panjang Terbaik”, “Sutradara Terbaik”, “Pemeran Utama Pria Terbaik”, “Pemeran Pendukung Pria Terbaik”, “Penulis Skenario Asli Terbaik”, “Pengarah Artistik Terbaik”, “Penyunting Gambar Terbaik”, “Penata Suara Terbaik”, “Penata Busana Terbaik”, dan “Penata Rias Terbaik”.

Anggi berpendapat kunci untuk meraih prestasi di industri perfilman adalah dengan membuat film yang bagus. Ia menyebut, “Paling enggak [film itu] meliputi craftsmanship yang tinggi, mempunyai relevansi pada kehidupan sehari-hari, dan film itu mempunyai kekhasan.”

By Melinda Chang | UMN News Service